Hallo!
Bicara tentang mimpi, yuk?
Sepertinya kita pasti pernah mendengar kalimat, "kalau melihat bintang jatuh terus kamu ucapkan harapanmu, maka harapan itu akan terkabul." Seandainya malam ini kita melihat bintang jatuh, lalu apa harapan yang ingin diucapkan? Ya, mungkin diantara kita akan menyebutkan satu dua mimpi terbesar kita. Setiap orang pastinya tidak mungkin tidak memiliki mimpi, harapan dan keinginan. Memiliki sepuluh, seratus, seribu bahkan berjuta-juta mimpi adalah hak kita. Itu sah-sah saja. 

Bagi ku memiliki mimpi itu wajib hukumnya, baik itu mimpi yang sederhana seperti ingin memiliki sepeda baru maupun mimpi besar seperti mengelilingi dunia disuatu hari nanti (yeah, itu bagian dari mimpiku). Tak ada yang salah jika memiliki mimpi-mimpi besar, sekali lagi itu adalah hak kita. 

Pernah suatu hari saat masih duduk di bangku sekolah dasar, aku membaca sebuah artikel sederhana di halaman koran remaja yang saat membaca judulnya saja aku sangat tertarik, setelah membacanya membuatku berpikir, "ini harus dicoba". Kamu tahu isi artikelnya? 
Cita-cita (disini aku menganggapnya adalah mimpi) itu tak boleh satu, harus dua atau tiga. Tak tercapai satu, tak apa. Tercapai semuanya, aku kaya. 
Inti yang aku tangkap saat itu adalah bahwa kita harus berani bermimpi banyak dan menerima jika mimpi tersebut tidak tercapai. Jika tercapai semua? Bersyukurlah. Maka setelah itu, aku menuliskan mimpi-mimpi dan harapan ku mulai dari yang biasa sampai yang luar biasa. Yap, sejak itu mulai berusaha menggapai mimpi-mimpiku, satu persatu pun mimpi itu tercapai dan satu persatu pula daftar mimpi di buku harianku diceklis. Tapi bukan berarti mimpi ku tidak ada yang tidak tercapai. Bagiku tak apa, itu bukan berarti suatu kegagalan.

Menurutku tercapai atau tidaknya si mimpi tadi tergantung kepada pemiliknya. Seberapa besar pemiliknya memperjuangkannya, seberapa keras usaha pemiliknya, seberapa yakin pemiliknya dengan mimpi yang ia punya, seberapa kuat ia "melawan" orang yang menjatuhkan mimpinya dan seberapa banyak ia menguntai doa-doa kepada Penciptanya.

Halangan, hambatan dan tantangan itu pasti ada tapi kita tak boleh kalah, percaya saja kekuatan mimpi itu pasti ada. Seperti lagunya Disney, 

Percaya mimpi-mimpimu
Kisah nyata yang menunggu
Tak akan terhindari lelah
Percaya dan senyumlah, mimpi mu akan nyata
Mimpi itu harapan. Mimpi itu tujuan. Tapi bila mimpi telah diperjuangkan tak tercapai, berdirilah. Perjuangan belum selesai. Mungkin kita harus membuat dan merancang mimpi yang baru, belajar dari yang lalu dan memperjuangkannya dengan semangat yang baru. Barangkali itulah mimpi yang akan menyapa dan menyambut kita, dengan harapan yang baru.

Jangan takut hidup penuh dengan mimpi. Karena hidup tanpa mimpi sama sekali bukan hidup.

---

Tulisan ini aku buat untuk mendukung project @bird.id nya Ditha Adinda, sang pejuang mimpi yang percaya kekuatan mimpi. Kunjungi blognya di snapinky.wordpress.com

Pemilihan kata dan diksi dari sebuah puisi mampu membuat penikmatnya terbuai dan masuk dalam puisi tersebut. Berbagai masalah dari kehidupan sehari-hari sampai masalah publik yang sedang hangat pun juga asik untuk diramu menjadi sebuah puisi karena memang kebanyakan mereka yang menulis terinspirasi dan mengeskpresikanya dari apa yang mereka lihat dan alami. 

Foto : Facebook Malam Puisi Padang

Diantara mereka yang senang berpuisi membuat suatu wadah untuk berkumpul, berbagi, belajar dan bercerita  sesama mereka, salah satunya Malam Puisi Padang. Delapan bulan setelah lahirnya Malam Puisi pertama di Denpasar, Malam Puisi dikota lain pun bermunculan termasuk Malam Puisi Padang yang berdiri pada 23 November 2012 lalu yang berhasil digerakkan oleh Lolly Elysha Fauzi bersama teman-temannya.

           “Sebenarnya kami lebih suka panggil anak-anak Malam Puisi dengan sebutan keluarga. Kami tertarik untuk mendirikan ini karena waktu itu ruang untuk komunitas sastra ini masih kurang”, ujar Wahyu Surya, salah satu penggiat Malam Puisi Padang. Malam Puisi memiliki tempat dihati penikmatnya, mulai dari remaja sampai dengan orang dewasa yang sudah bekeluargaSiapa aja boleh datang dan menikmati acara ini bersama karena mereka hadir untuk memberikan ruangbagi orang-orang yang mahir bikin puisi dan baca puisi sampai yang sekedar bisa bikin puisi bahkan juga mereka yang hanya penikmat puisi. Seperti tagline mereka, "Menikmati Puisi tidak harus sepi dan menyendiri. Datang, dengar dan bacakan puisimu." Malam Puisi benar-benar terbuka karena mereka sangat senang untuk siapa saja ingin kenal dan dekat. 

Foto : Facebook Malam Puisi Padang
Walaupun namanya Malam Puisi dan acaranya diadakan pada malam hari, Malam Puisi juga pernah diadakan pagi dan sore dan tidak melulu soal puisi. Segala hal yang berkaitan dengan isu sastra lokal maupun nasional juga sering diangkat menjadi tema tiap bulannya. Biasanya acara Malam Puisi diadakan di Minggu kedua atau ketiga di kafe-kafe atau Taman Budaya dan Shelter Utara, tapi setelah ulang tahunnya ke empat kemarin Malam Puisi Padang memilih untuk istirahat sebentar  tapi mereka memastikan nanti mereka akan kembali dan membuat regenerasi buat Malam Puisi Padang agar lebih segar dan menarik. Ditunggu ya!

Ulang Tahun ke empat Malam Puisi Padang
(Foto: Facebook Malam Puisi Padang)


--

Twitter : @malampuisi_pdg

Halo! Selamat malam.
Aku mau cerita sedikit nih, nggak tau juga sih kenapa bisa ingat hal ini. 
Sebelumnya aku mau ajukan pertanyaan:
Pernahkah kalian lagi kesusahan lalu ditolong oleh orang yang sama sekali nggak kalian kenal bahkan belum pernah ketemu sebelumnya?
 Kalau jawabannya iya maka berbahagialah kita pernah sama-sama merasakan hal tersebut. Soalnya jarang banget bisa mengalami hal seperti ini, tau sendiri sepertinya sekarang banyak yang kurang peduli dengan sekitarnya, jangan kan membantu orang lain, membantu teman pun susah sekali. Bukan seperti reality show di televisi, hal ini benar-benar aku alami. Penasaran akan hal ini aku juga nanya ke teman-teman apakah pernah merasakannya, ternyata ada beberapa yang pernah mengalami. Jadi, kali ini mau nyampaikan cerita aku dan teman-temanku tentang pengalaman tersebut




Aku sendiri pernah merasakan hal ini dua kali, ya setidaknya ini yang paling berkesan. Yang pertama waktu masih kelas 3 SMA. Sekolah aku masuknya jam 07.00 pas, tapi aku kesiangan sekitar jam 6.30. Dari rumah udah buru-buru, mandi kilat, pake seragam kilat, sampai-sampai nggak sempat sarapan. Setelah beres, aku lari-lari dari rumah ke jalan raya yang jaraknya lumayan jauh, ini aja udah bikin ngos-ngosan. Iya, aku nggak bisa bawa kendaraan dan memang nggak ada kendaraan. Terus naik angkot, sayangnya sekolahku nggak bertempat ditepi jalan raya. Jadi, mesti jalan kaki lagi yang jaraknya lumayan bikin lari-lari lagi. Oalah...

Biasanya rame kalau berangkat sekolah, yang ini nggak ada orang alias cuma aku sendiri. Alhasil aku lari-lari lagi tapi sekitar sepuluh meter dari simpang sekolah, nah  terus ada ibu-ibu bawa motor sendiri dari arah yang sama kayaknya beliau habis ngantarin anaknya sekolah negur seingatku percakapan kita begini,

"Masuk jam berapa, dek?" ibunya nanya
"Jam tujuh, buk," 
"Jam berapa ini? Udah telat, lho. Yaudah, naik motor saya aja," tawar si ibu.

Aku yang udah banjir keringat tanpa ba-bi-bu langsung ngangguk dan naik ke motornya. Diatas motor aku nanya ibunya mau kemana, ternyata beliau mau pulang. Karena kalau dengan motor cepat sampai, aku minta turun depan gerbang sambil bilang terima kasih banyak ke ibu nya. Walaupun bel udah bunyi, yang penting pelajaran belum dimulai soalnya baru baca doa. Dan aku bersyukur udah dibantu sama ibu tadi.

Kalau yang kedua ini waktu aku ikut semacam kursus di kawasan Bandara Tabing. Sekitar jam sepuluh pagi, seperti biasa berangkat naik angkot. Dengan pedenya aku duduk di bangku 4, di depan aku duduk bapak-bapak dengan pakaian kurang rapi dan cukup menyeramkan bahkan sampe mengira dia seorang penjahat yang mau nyopet aku. Tapi dugaan tersebut ternyata terpatahkan saat aku mendekati tujuan. Aku nyari ongkos di saku baju, nggak ada. Cari di dompet juga nggak ada, yang cuma atm. Ternyata baru ingat kalau ongkos ketinggalan di rumah. Sempat mikir buat tolong berhenti dekat atm, tapi balik lagi ntar aku bayar ongkosnya pake apa? Mulai deh obrak abrik isi tas siapa tau ada keselip tiga helai uang ribuan. Tapi tetapa aja nggak ada sampai aku cek lagi saku dan dompet, dan ternyata tujuan ku udah terlewat. Disebelah kiri aku duduk seorang ibu-ibu, sempat mikir buat 'minta' ongkos. 

Nah, melihat aku yang grasak grusuk tiba-tiba bapak menyeramkan yang duduk didepan aku angkat bicara, kira-kira percakapan singkat kita seperti ini,

"Turun dimana, dek?" tanya nya
"Di Simpang GIA, pak. Udah kelewat tapi uang saya ketinggalan," dengan takut aku jawab jujur
"Berhenti disini aja. Nanti saya bayarin ongkos nya."
"Terima kasih banyak ya Pak. Terima kasih banyak."

Seketika langsung merasa bersalah, aku nggak tau harus gimana selain berdoa untuk minta maaf dan bersyukur. Sejak saat itu aku mulai benar-benar sadar bahwa penampilan nggak menampilkan segalanya, ada sesuatu yang harus benar-benar dipahami sebelum men-cap itu adalah hal yang buruk atau sebaliknya.